Dengan
desain dan performa bagus, notebook ini layak menjadi pintu gerbang untuk
memperkenalkan Windows 8. Namun, ada rasa penasaran yang tersisa.
Kemunculan
Windows 8 yang touch-friendly membuka dimensi baru dalam desain
notebook.
Ada notebook convertible yang layarnya bisa dicopot dari keyboard.
Ada juga notebook yang layarnya bisa diputar dan dilipat untuk membentuk sebuah
tablet. Bahkan untuk notebook berdesain “konvensional”, terjadi pergeseran
fungsi dengan menambahkan layar sentuh agar kita bisa mengoperasikan notebook
melalui layarnya.
Salah
satu contohnya adalah Asus Vivobook S400. Melalui layar 14 inci-nya, kita bisa
memilih menu, mengetik dokumen, sampai melakukan gerakan mencubit untuk zoom-in/zoomout
tampilan layar. Ketika kami coba, responsivitas dan akurasi terhadap
sentuhan terasa memuaskan.
Namun
jika harus jujur, layar sentuh di Asus Vivobook S400—dan juga notebook
konvensional berlayar sentuh lainnya—terasa mubazir. Hanya sedikit aktivitas
yang kami lakukan menggunakan layar sentuh tersebut. Sebagian alasan karena
keyboard dan touchpad sudah sangat memadai. Sebagian alasan lagi karena
mengoperasikan layar sentuh mengharuskan tangan menjangkau layar—posisi yang
kurang nyaman ketika dilakukan untuk waktu lama.
Terlepas
dari keefektifan layar sentuhnya, Asus Vivobook S400 adalah notebook yang
menarik. Tengok saja desainnya yang diwarnai layar tanpa tepi (borderless),
punggung layar dari bahan aluminium, serta kombinasi warna hitam dan perak di
sisi dalamnya. Soal ketipisan, notebook ini memang bisa diadu. Ketebalan di
sisi paling tebal (sisi belakang) hanya 2,1 kg. Namun beratnya yang sekitar
1,8kg sebenarnya cukup berat dibanding ultrabook lain yang pernah kami uji.
Untungnya, distribusi bobot notebook ini terasa merata, sehingga tetap terasa
nyaman dibawa dengan satu tangan.
Untuk
mengejar ketipisan, ultrabook biasanya hanya menyediakan port HDMI atau
mini-HDMI sebagai saluran video ke perangkat displai lain. Namun tidak di
Vivobook S400. Meski tergolong ultrabook, Vivobook S400 tetap menyediakan
colokan VGA-Out sehingga Anda tidak membutuhkan converter tambahan.
Dalam
penggunaan sehari-hari, keberadaan harddisk SSD tersebut—yang ditunjang
keefektifan Windows 8—menghadirkan performa yang sangat efisien. Hal ini terasa
ketika notebook “bangun” dari posisi sleep yang hanya butuh waktu 2-3
detik.
****
Setelah
menguji Asus Vivobook S400, ada rasa penasaran yang membuncah. Di satu sisi,
kami menyukai fasilitas dan performa notebook ini. Namun di sisi lain,
kami menyangsikan kegunaan layar sentuh di notebook ini. Harga Vivobook
S400 sendiri adalah US$669, yang sebenarnya cukup kompetitif untuk notebook berbasis
Windows 8. Jika tanpa layar sentuh, harganya mungkin lebih kompetitif lagi. Berapa? Nah, itu yang membuat kami penasaran.
Hasil
Uji
Karena
belum banyak menguji notebook berbasis Windows 8, kami membandingkan performa
Asus Vivobook S400 dengan Toshiba Portege Z930. Karena berbekal prosesor yang
lebih baik (Intel Core i5-3317U), Toshiba terlihat lebih unggul. Namun secara keseluruhan,
Asus tetap memberikan performa memuaskan—termasuk daya tahan baterai selama
lebih dari 2,5 jam saat memutar video.
Dangkal |Desain keyboard bergaya chiclet di notebook ini meminimalisir kesalahan ketik. Sayangnya, tombol terasa dangkal saat ditekan sehingga membuat letih jari ketika mengetik dalam jangka waktu lama. Dengan VGA-Out Ketika banyak ultrabook menanggalkan fasilitas VGA-Out, Vivobook S400 tetap menyediakannya. Tersedia pula port USB 3.0 (berwarna biru) untuk mentransfer data berkecepatan tinggi. Menggelegar Penggila musik dan film akan dimanjakan dengan speaker dari SonicMaster. Speaker ini menyajikan suara yang enak didengar. Spesifikasi
*Asus
Indonesia, (021) 612-1215
Plus : Harga terjangkau; proses booting dan
wake-up yang cepat; hening
Minus
: Relatif berat; keyboard kurang nyaman.
Skor
Penilaian
- Kinerja : 3,75 - Fasilitas : 3,75 - Penggunaan : 4 - Harga : 4 - Skor total : 3,85 |